I. PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang sempurna yang tentunya sudah
memiliki aturan dan hukum yang harus dipatuhi dan dijalankan oleh seluruh
umatnya. Setiap aturan dan hukum memiliki sumber-sumbernya sendiri sebagai
pedoman dan pelaksananya. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW
diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang lebih baik,
sejahtera lahir dan batin.
Untuk itu kita sebagai umat Islam yang taat harus
mengetahui sumber-sumber ajaran Islam yang ada, serta mengetahui isi
kandunganya. Namun sumber-sumber tersebut tidak hanya di
jadikan sebagai pengetahuan saja, tetapi harus diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.[1][1]
Petunjuk-petunjuk agama yang mengenai berbagai
kehidupan manusia, sebagaimana terdapat dalam sumber ajarannya, yaitu Al-Qur’an
yang merupakan sumber ajaran Islam pertama dan Hadist merupakan sumber yang
kedua, tampak ideal dan agung. Ditambah lagi dengan berbagai
pemikiran-pemikiran ulama’ tentang hukum-hukum yang masih global di pembahasan
Al-Qur’an dan Hadist.
Al-Qur’an adalah kitab suci yang isinya mengandung
firman-firman Allah SWT turun secara bertahap kepada Nabi Muhammad melalui
perantara malaikat jibril. Sunnah adalah segala sesuatu yang berasal dari Nabi
Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, dan penetapan pengakuan. Islam
mengajarkan kehidupan yang damai, menghargai akal pikiran mengenai berbagai
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi
kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial,
menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, mencintai kebersihan,
mengutamakan persaudaraan, menghormati antar agama, berakhlak mulia, dan
bersikap positif lainnya.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apa pengertian sumber
ajaran islam itu ?
B. Apa saja isi yang terkandung dalam sumber ajaran Islam primer ?
C. Apakah yang dimaksud dengan sumber ajaran Islam sekunder (ijtihad) ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Sumber Ajaran Islam
Agama Islam memiliki aturan–aturan sebagai tuntunan hidup kita baik dalam
berhubungan sosial dengan manusia (hablu minannas) dan hubungan dengan
sang khaliq Allah SWT (hablu minawallah) dan tuntunan itu kita kenal
dengan hukum Islam atau syariat Islam atau hukum Allah SWT. Sebelum kita lebih
jauh membahas mengenai sumber-sumber syariat Islam, terlebih dahulu kita harus
mengetahui definisi dari hukum dan hukum Islam atau syariat Islam. Hukum
artinya menetapkan sesuatu atas sesuatu atau meniadakannya. Menurut ulama usul
fikih, hukum adalah tuntunan Allah SWT (Alquran dan hadist) yang berkaitan
dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah balig dan berakal
sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu sebagai
syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.
Melalui penjelasan singkat mengenai pengertian hukum tadi barulah kita
mengerti pengertian hukum Islam. Yang dimaksud sebagai sumber hukum Islam ialah
segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat Islam. Pada
umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum Islam
adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda,
“Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan
tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah
(Alquran) dan sunahku (Hadis).” (H.R. Al Baihaqi)[2][2]
dan disamping itu pula
para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum Islam,
setelah Alquran dan hadist.
Seluruh hukum produk manusia adalah bersifat subjektif, hal ini karena
keterbatasan manusia dalam ilmu pengetahuan yang diberikan Allah SWT
mengenai kehidupan dunia dan kecenderungan untuk menyimpang, serta
menguntungkan penguasa pada saat pembuatan hukum tersebut, sedangkan hukum
Allah SWT adalah peraturan yang lengkap dan sempurna serta sejalan dengan
fitrah manusia.
Sumber ajaran Islam
dirumuskan dengan jelas oleh Rasulullah SAW, yakni terdiri dari tiga sumber,
yaitu kitabullah (Alquran), as- sunnah (hadist), dan ra’yu atau akal pikiran
manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad. Ketiga sumber ajaran ini
merupakan satu rangkaian kesatuan dengan urutan yang tidak boleh dibalik.
Sumber-sumber ajaran Islam ini dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu sumber
ajaran Islam yang primer (Alquran dan hadist) dan sumber ajaran Islam sekunder
(ijtihad).
B. Sumber ajaran Islam
primer
1. Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah nama bagi
kitab suci umat Islam yang berfungsi sebagai petunjuk hidup (hidayah) bagi
seluruh umat manusia. Al-Qur’an diwahyukan olah Allah kepada Nabi Muhamad SAW.
setelah beliau genap berumur 40 tahun. Al-Qur’an diturunkan kepada beliau
secara berangsur-angsur selama 23 tahun.[3][3]
Secara etimologi, Al-Qur’an berasal dari kata qara’a,
yaqra’u, qiraa’atan atau qur’aanan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan
menghimpun (al-dlammu). Huruf-huruf serta kata-kata dari satu bagian kebagian
lain secara teratur dikatakan al-Qur’an karena ia berisikan intisari dari semua
kitabullah dan intisari dari ilmu pengetahuan.
Sedangkan secara
terminologi, Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. sebagai Rasul terakhir melalui perantara malaikat Jibril, diawali
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas.[4][4] Sedangkan menurut
para ulama, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan pada Rasulullah dengan
bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta
membacanya adalah ibadah.
a.
Adapun kandungan dalam al-Qur’an antara lain:
1) Tauhid, yaitu kepercayaan terhadap ke-Esaan Allah
dan semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
2) Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai
manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
3) Janji dan ancaman (al wa’d wal wa’iid), yaitu
janji pahala bagi orang yang percaya dan mau mengamalkan isi al-Qur’an dan
ancaman siksa bagi orang yang mengingkarinya.
4) Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul
dalam menyiarkan risalah Allah maupun kisah orang-orang shaleh ataupun orang
yang mengingkari kebenaran al-Qur’an agar dapat dijadikan pembelajaran bagi
umat setelahnya.
5) Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman
kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat.[5][5]
6) Benih dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, yakni informasi-informasi tentang manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
langit, bumi, matahari dan lain sebagainya.[6][6]
b. Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, yaitu:
1) Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur
hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan
akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
2) Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara
lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama
manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
3) Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan
perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau
makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.[7][7]
c.
Sedangkan khusus hukum syara, dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yakni:
1) Hukum ibadah, yaitu mencakup hubungan
vertikal atau dalam bahas arab biasa disebut dengan hablum minallah, hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah
SWT, misalnya salat, puasa, zakat, haji, dank urban.
2)
Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia
dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Pada dasarnya hukum
tersebut bisa dikatakan sebagai Hablum Minannas.
2. As-Sunnah atau Al-Hadits
Ditinjau
dari segi bahasa terdapat perbedaan arti antara kata “Sunnah” dengan “Hadis”. Sunnah
berarti tata cara, tradisi, atau perjalanan, sedangkan Hadis berarti,
ucapan atau pernyataan atau sesuatu yang baru. As-Sunnah juga berarti pula
jalan hidup yang dibiasakan, baik jalan hidup yang baik atau buruk, terpuji
atau tercela.[8][8] Jumhurul Ulama
mengartikan Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, tetapi ada
sebagian lainya yang membedakannya. Sunnah diartikan sebagai sesuatu
yang dibiasakan atau lebih banyak dikerjakan dari pada ditinggalkan.
Sebaliknya, Hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi, namun
jarang dikerjakan. Selanjutnya Khabar adalah ucapan, perbuatan, dan
ketetapan yang berasal dari sahabat, dan Atsar berasal dari tabi’in.[9][9]
a.
Hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua
berfungsi :
1) Memperkuat hukum-hukum yang telah
ditentukan oleh Al-Qur’an, sehingga kedua-duanya (Al-Qur’an dan Al-Hadits)
menjadi sumber hukum. Seperti ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan keimanan
kemudian dikuatkan oleh sunnah Rasul.
2) Memberikan rincian dan
penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an yang masih bersifat global. Misalnya
ayat Al Qur’an yang memerintahkan shalat, membayar zakat, dan menunaikan haji,
semuanya itu bersifat garis besar, Tetapi semua itu telah dijelaskan oleh
Rasulullah SAW dalam Haditsnya.
3) Mengkhususkan atau
menberi pengecualian terhadap pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum (takhsish
al-‘amm). Misalnya, Al-Qur’an mengharamkan bangkai dan darah “diharamkan
bagimu (memekan) bangkai, darah dan daging babi...”[10][10],
kemudian sunnah memberikan pengecualian “dihalalkan kepada kita dua bangkai
dan dua macam darah. Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang, dan dua darah
adalah hati dan limpa.” (HR.Ahmad, Ibnu Majah, dan Baihaqi).
4) Menetapkan hukum atau aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur’an. Misalnya
cara mensucikan bejana yang dijilat anjing, dengan membasuh tujuh kali, salah
satu dicampur dengan tanah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Menyucikan bejanamu
yang dijilat anjing, sebanyak tujuh kali, salah satunya menyucikan dicampur
dengan tanah.” (H.R. Muslim Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi).[11][11]
b. As-Sunnah dibagi menjadi empat macam, yakni:
1) Sunnah Qauliyah
Yang dimaksud dengan Sunnah
Qauliyah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW., yang berupa perkataan
atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik
yang berkaitan dengan aqidah, syari’ah, ahlak maupun yang lainnya. Contonya
tentang do’a Rosul SAW dan bacaan al-Fatihah dalam shalat.
2) Sunnah Fi’liyah
Yang dimaksudkan dengan Sunnah
Fi’liyah adalah segala yang disandarkan kepada Nabi SAW., berupa perbuatannya
sampai kepada kita. Seperti Hadis tentang Shalat dan Haji.
3) Sunnah Taqririyah
Yang dimaksud Sunnah Taqririyah
adalah segala hadts yang berupa ketetapan Nabi SAW. Membiarkan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat, baik
mengenai pelakunya maupun perbuatannya. Diantara contoh hadis Taqriri, ialah
sikap Rosul SAW. Membiarkan para sahabat membakar dan memakan daging biawak.[12][12]
4) Sunnah Hammiyah
Yang dimaksud dengan Sunnah
Hammiyah adalah hadis yang berupa hasrat Nabi SAW. Yang belum terealisasikan,
seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 ‘Asyura. Dalam riwayat Ibn Abbas,
disebutkan sebagai berikut:
“Ketika
Nabi SAW berpuasa pada hari ‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk
berpuasa, mereka berkata: Ya Nabi! Hari ini adalah hari yang diagung-agungkan
orang Yahudi dan Nasrani .Nabi SAW. Bersabda: Tahun yang akan datang
insya’Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. (HR.Muslim)
Nabi SAW belum sempat merealisasikan
hasratnya ini, karena wafat sebelum sampai bulan ‘Asyura. Menurut Imam Syafi’iy
dan para pengikutnya, bahwa menjalankan Hadits Hammi ini disunnahkan, sebagaimana menjalankan sunnah-sunnah yang
lainnya.
D. Sumber-Sumber Ajaran
Islam Sekunder
1. Ijtihad
Ijtihad secara bahasa
berasal dari kata “jahada” yang berarti “mengerahkan segala kemampuan”.
Sedangkan Ijtihad secara terminologi berarti mengerahkan segala kemampuan
secara maksimal untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu
Alquran dan hadist. Orang yang menetapkan hukum dengan jalan ini disebut mujtahid. Hasil dari ijtihad
merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat
dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam
Alquran maupun hadist, maka dapat
dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada
Alquran dan hadist.[13][13]
a.
Diantara
sumber hukum yang menetapkan bahwa ijtihad merupakan dasar sumber hukum
(tasyri’) adalah Al Qur’an, as sunnah, dan secara akal (aqliyah).
1) Al Qur’an
Allah swt. berfirman dalam
surah an Nisa’ Ayat 59
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãè‹ÏÛr& ©!$# (#qãè‹ÏÛr&ur tAqß™§9$# ’Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt“»uZs? ’Îû &äóÓx« çnr–Šãsù ’n<Î) «!$# ÉAqß™§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î ÏQöqu‹ø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) diantara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pedapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya) .jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(Q.S. an Nisa’:59)
2) As Sunah
Dialog antara Rasullullah SAW. dan
Muaz bin Jabal pada waktu ia diutus ke Yaman dapat dijadikan sumber ijtihad.
Artinya:
Bagaimana
engkau dapat memutuskan, jika kepadamu diserahkan urusan peradilan? Ia (Muaz)
menjawab, “Saya akan memutuskannya dengan kitabullah”. Bertanya lagi Nabi
saw.“Jika tidak engkau jumpai dalam kitabullah?”.Ia menjawab, “Dengan sunah
Rasulullah saw.” Lalu, Nabi bertanya, “Apabila engkau tidak dapati dalam sunnah
Rasulullah?” Muaz menjawab, “Saya lakukan ijtihad bir-ra’yi. “Berkatalah Muaz,
maka Nabi menepuk dadaku dan bersabda, “Segala puji bagi Allah yang telah
memberi taufik kepada utusan Rasulullah, sebagaimana Rasulullah telah
meridhainya.” (H.R. at-Tirmidzi: 1249).[14][14]
3) Aqliyah
(secara nalar/akal)
Allah swt. menjadikan syariat islam sebagai syariat
terakhir yang dapat berlaku bagi semua orang, tempat, dan pada segala zaman.
Al-Qur’an dan as-Sunnah merupakan kitab yang bersifat universal dan global
sehingga masih banyak hal yang tidak dispesifikasikan dalam Al-Qur,an. Hal itu,
berarti manusia menghendaki adanya ijtihad untuk dapat mengurai dan
menyelesaikan persoalannya yang tidak didapatkan didalam Al-Qur’an ataupun
as-Sunnah. Oleh sebab itu, ijtihad secara nalar (rasional) untuk saat ini
sangat diperlukan.[15][15]
b.
Macam-macam
Ijtihad yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
1) Ijma’
Yaitu
menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut
istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW. sesudah
beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara
musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama
dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2) Qiyas
Yaitu
berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain
Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu
perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang
sama. Contohnya adalah pada surat Al-isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan
‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap
meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti
hati orang tua.
3) Istihsan
Yaitu suatu
proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau
mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan,
atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika
dapat dibenarkan. Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan
jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut
Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli
diperbolehkan dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim
kemudian.
4) Mushalat
Murshalah
Yaitu
menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah
perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya,
dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk
membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam
demi kemaslahatan umat.[16][16]
5) Sududz
Dzariah
Yaitu
menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan
memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk,
padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar
janngan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi
kebiasaan.
6) Istishab
Yaitu
melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu
hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut. Contohnya, seseorang
yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia
harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus
berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
7) Urf
Yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus
(adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan. Contohnya adalah dalam hal jual
beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah
diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama
antara penjual dan pembeli.
c.
Sedangkan
Fungsi Ijtihad, antara lain sebagai berikut:
1) Memberikan kebebasan
berpikir kepada manusia untuk memecahkan beragam persoalan yang dihadapi dengan
akal pikiran yang sesuai dengan ketentuan hukum Islam;
2) Memberikan
kebebasan berpikir kepada umat Islam untuk kembali mengkaji hukum-hukum Islam
yang telah lalu sehingga hukum tersebut tetap dapat digunakan untuk masa kini;
3) Agar tidak
terjadi kemandekan cara berpikir umat islam dan menghindari segala bentuk
taklid (mengikuti dengan cara apa adanya);
4) Untuk
memberi kejelasan hukum terhadap persoalan-persoalan yang tidak ada ketentuan
hukum sebelumnya.
IV. KESIMPULAN
1.
Sumber-sumber
Islam merupakan hal yang penting bagi kita, karena sumber Islam merupakan
petunjuk kita untuk menjalani hidup. Adapun yang di namakan dengan sumber hukum
Islam yaitu segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila di langgar akan
menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata.
2.
Sumber
ajaran Islam di rumuskan dengan jelas oleh Rasuluallah SAW, yakni terdiri dari
tiga sumber, yaitu kitabuallah (Al-Qur’an), As-Sunnah (Hadits), dan Ra’yu atau
akal pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad.
3.
Mengenai
karakteristik masing-masing sumber ajaran islam dapat di bagi menjadi 2, yaitu:
a.
Sumber
ajaran Islam primer yang terdiri dari Al-Qur’an dan Hadits.
Al-Qur’an
sendiri didalamnya terdapat pokok isi
utama yaitu, tauhid, ibadah, janji & ancaman, kisah umat terdahulu, berita tentang zaman yang akan datang, dan prinsip-prinsip ilmu pengetahuan. Di dalam
Al-Qur’anpun terdapat komponen-komponen sumber ajaran Islam yaitu, hukum
I’tiqodiyah, Amaliah, dan Khuluqiah. Sedangkan
khusus hukum syara terdiri dari hukum Ibadah dan Muamalat.
Adapun di
dalam hadits terdapat beberapa komponen yaitu, sunnah qauliyah, sunnah
fi’liyah, sunnah taqririyah, dan sunnah hammiyah. Fungsi hadits sendiri adalah:
Memperkuat hukum, memberikan rincian,
memberi pengecualian, dan menetapkan hukum yang
tidak didapati dalam Al-Qur’an.[17][17]
b.
Sumber
ajaran islam sekunder di dalamnya terdapat ijtihad, dan dilam ijtihad tersebut
mengandung beberapa pokok isi utama yaitu ijma’, qiyas, istihsan, maslahat
mursalah, syadudz dzariah, istishab dan ‘urf.
V. PENUTUP
Kajian tentang makalah Sumber Ajaran Islam ini
akan memberikan pengetahuan dan wawasan. Hal ini sangat penting agar para
pendidik dapat memahami dan pada giliranya kelak terhadap dinamika
pendidikan itu sendiri.
Demikianlah makalah kami ini kami
susun, kami menyadari makalah ini masih banyak kekuranganya, oleh karenan
itu, untuk menyempurnakan makalah ini, kami berharap bagi para pembaca untuk
tidak segan-segan memberikan saran dan kritikan yang sifatnya membangun dan
berguna, agar makalah ini bisa mencapai kesempurnaan pada penyusunan selanjutnya.
Sebelum dan sesudahnya penyusun mengucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua . Amin
DAFTAR PUSTAKA
Daud, Mohammad, 2005, Pendidikan
Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mahfud, Rois, 2011, Al-Islam
(Pendidikan Agama Islam), Erlangga.
Yusuf, Anwar, Ali, 2003,
Studi Agama Islam, Bandung: CV Pustaka Setia.
Al-Siba’i, Musthafa, 1991, Sunnah dan
Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Suryaman, Khaer, 1982, Pengantar
Ilmu Hadits, Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah.
Suparta, Munzier, 2002,
Ilmu Hadis, Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.
Qosim, Rizal, 2009, Pengalaman
Fikih, Solo: PT Tiga Serangkai Mandiri.
Alim, Muhammad, 2006, Pendidikan
Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim), Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
2009, Mukadimah Al-Qur’an dan tafsirnya, Jakarta: LP Al-Qur’an Departemen Agama.
Mukadimah Al-Qur’an dan tafsirnya, (Jakarta: LP Al-Qur’an Departemen Agama, 2009), hlm.6.
Rois Mahfud, Al-Islam
(Pendidikan Agama Islam), (Erlangga, 2011), hlm.108.
Ali Anwar
Yusuf, Studi Agama Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003), hlm.74.
Musthafa
Al-Siba’i, Sunnah dan Peranannya Dalam Penetapan Hukum Islam, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1991), hlm.1.
Khaer
Suryaman, Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif
Hidayatullah, 1982), hlm.31.
Munzier
Suparta, ,Ilmu Hadis, ( Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2002), hlm.1.
Rois Mahfud, Al-Islam
(Pendidikan Agama Islam), hlm.108.
Rizal Qosim, Pengalaman
Fikih, (Solo: PT Tiga Serangkai Mandiri, 2009), hlm.53.
Muhammad Alim,
Pendidikan Agama Islam (Upaya Pembentukan Pemikiran Dan Kepribadian Muslim),
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm.200.